LUKMAN SI ANAK SHOLEH
Oleh: Dwiyana Liestyawati, S.Ag. *
“Sudah bangun Nak?” sapa bu Mira sambil memasukkan pisang yang sudah dilumuri tepung ke penggorengan.
“Ya Bu, biar Lukman yang menyelesaikan gorengannya”, jawab Lukman semangat.
“Ya ini kamu selesaikan ya, tinggal pisang dan ketela yang belum digoreng, tahu dan tempe serta lainnya sudah selesai”, kata bu Mira sambil beranjak dari duduknya.
Kemudian Bu Mira memotong sayuran dan memasaknya. Sementara nasi sudah ditanaknya sejak bangun tidur tadi. Lauk pauk untuk jualan nasi di depan rumahnya sudah siap sejak semalam, tinggal menghangatkan.
Lukman adalah putra semata wayang pasangan suami isteri bapak Rahmat dan bu Mira. Dia sudah biasa membantu ibunya di pagi hari untuk memeprsiapkan jualannya, yang sebagian dibawa ke sekolah untuk dijual di kantin sekolah. Bangun pukul tiga dini hari untuk melaksanakan sholat tahajjud, lalu membantu ibunya di dapur.Kebiasaan ini sudah dilakukannya sejak masih di sekolah dasar. Walau dia anak laki-laki dia tidak merasa canggung untuk melakukannya. Lukman juga tidak merasa malu untuk membawa sebagian gorengan jualan ibunya untuk dijual di sekolahnya.
“Hati-hati ya Nak, nanti kecipratan minyak panas!” seru bu Mira mengingatkan putranya.
“Beres Bu, jangan khawatir, Lukman kan sudah terbiasa mengerjakannya”, jawab Lukman sambil tersenyum.
Bu Mira memandang anaknya dengan penuh haru dan bangga pada putra semata wayangnya itu. Dia begitu rajin membantu mengerjakan pekerjaan rumah,dari menyapu sampai cuci piring.
Beberapa saat kemudian terdengarlah toa masjid dekat rumah mulai berbunyi, pertanda adzan subuh sebentar lagi.
“Nak, ayo siap-siap ke masjid, biar Ibu yang akan selesaikan!” perintah bu Mira. “Bapakmu sudah selesai dari kamar mandi dan sedang siap-siap untuk berangkat”, lanjut bu Mira.
“Ya Bu, Lukman selesaikan ini dulu, sudah hampir matang ketelanya”, sahut Lukman sambil menyeka keringat di dahinya dengan lengan kirinya.
Setelah menyelesaikan gorengannya, Lukman segera ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan berwudhu’. Sudah menjadi kebiasaan Lukman yang tidak pernah ditinggalkannya dari masih usia SD, untuk selalu mengerjakan sholat subuh berjama’ah di masjid.
Ucapan dari guru ngajinya selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Beliau pernah menyampaikan bahwa “Siapa yang melaksanakan sholat subuh berjama’ah di masjid, dan seandainya malaikat maut memanggilnya pada hari itu, maka Allah akan jamin surga baginya” Hal itulah yang selalu memotivasi diri Lukman untuk selalu istiqomah berjama’ah subuh di masjid. Karena usia siapa yang tahu.
Selepas dari masjid, seperti biasa Lukman menyapu rumah dan halamannya. Lalu mempersiapkan buku-buku pelajarannya agar tidak ada yang tertinggal. Semua tugas sekolahnya sudah diselesaikannya semalam sebelum tidur. Karena merasa kecapekan, sehingga dia belum sempat membereskannya. Kalau tidak biasanya sudah dibereskan sebelum tidur.
Jam di dinding menunjukkan pukul 6.30, Lukman sudah rapi dengan seragam putih dongkernya. Saat ini Lukman tercatat sebagai siswa kelas 9 di sebuah sekolah menengah negeri sekitar dua kilometer dari rumahnya. Sebelum berangkat dengan sepedanya, Lukman pamit pada pak Rahmat yang sedang membersihkan sepeda motornya, mencium tangan bapaknya dengan takdzim. Pak Rahmat mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum mengulurkannya pada Lukman. Kemudian Lukman pamit pada ibunya yang sedang melayani pembeli dengan mencium tangannya pula. Setelah memberi salam dia mengayuh sepedanya dengan tas sekolah di punggung dan gorengan yang diletakkan di keranjang sepedanya.
Sebenarnya keluarga Bapak Rahmat, bisa dibilang bukan keluarga miskin atau kekurangan. Pekerjaan Pak Rahmat sebagai kepala tukang bangunan dan dibantu oleh istrinya yang berjualan nasi depan rumahnya, sudah bisa memenuhi kebutuhan kelarganya sehari-hari. Namun bu Mira dan pak Rahmat ingin mendidik anaknya menjadi anak yang mandiri dan tidak merasa malu melakukan perbuatan yang kelihatannya rendah di mata orang lain.
Dua puluh menit kemudian, sampailah Lukman di sekolahnya. Setelah memarkir sepedanya, dia langsung menuju kantin untuk menitipkan gorengannya. Nanti sepulang sekolah, Lukman tinggal mengambil hasil jualannya. Gorengannya memang banyak digemari teman-temanya karena lezat, sehingga jarang ada sisa yang tidak terjual.
Sebelum pulang ke rumahnya, seperti biasa Lukman melaksanakan sholat Dzuhur berjama’ah di mushola sekolah. Bersama teman-temannya yang lain, dia melaksanakan sholat berjama’ah. Sebagaimana yang dia ketahui, bahwa sebaik-baik sholat adalah di awal waktunya.
“Assalaamu’alaykum, Bu“, ucap Lukman begitu sampai di halaman rumahnya, sembari memarkirkan sepedanya.
“Wa’alaykumussalaam”, jawab bu Mira sambil membereskan piring-piring kotor bekas pembeli tadi. Jualan Bu Mira yang rasanya lezat dengan harga yang terjangkau menjadikan jualannya selalu laris dan sudah habis menjelang Dzuhur.
Setelah mencium tangan ibunya, Lukman menyerahkan uang hasil jualan hari ini. Kemudian Lukman masuk rumah untuk berganti pakaian, dan segera membantu ibunya membereskan piring dan wadah-wadah kotor lainnya serta langsung mencucinya. Kegiatan cuci mencuci sudah selesai, barulah Lukman makan siang, kemudian istirahat untuk menghilangkan rasa penat di kamarnya.
Tak terasa, adzan ‘Ashar terdengar dari masjid. Lukman bergegas ke kamar mandi, untuk mandi sekalian berwudhu’. Setelah berpakain rapi, dia pamit pada ibunya untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.
Sementara sang ayah belum pulang dari pekerjaannya. Biasanya pak Rahmat baru sampai ke rumah sekitar jam 5 sore, bahkan menjelang maghrib kalau tempat yang dibangunnya jauh dari tempat tinggalnya.
Selepas ‘Ashar biasanya Lukman menyempatkan bermain dengan teman sekampungnya, kalau tugas dari sekolah tidak banyak. Pulang ke rumah menjelang maghrib, dan segera bersiap-siap untuk ke masjid.
Seusai sholat berjama’ah, Lukman sudah terbiasa tilawah sambil memuraja’ah hafalannya. Baru dua juz yang dia hafal, oleh sebab itu dia berusaha terus menambah hafalannya. Dia ingin memasangkan mahkota untuk kedua orang tuanya kelak, kalau dia bisa menghafal 30 juz Alquran. Tidak ada hal yang tidak mungkin kalau kita mau berusaha. Hal ini dia lakukan sampai menjelang waktu ‘Isya.
Sebagaimana yang sering disampaikan dan selalu diingatkan oleh kedua orang tuanya dan guru ngajinya, untuk selalu melaksanakan sholat fardhu berjama’ah di masjid. Jangan sampai melalaikannya walau sekali, karena nanti yang akan dihisab pertama kali pada hari kiamat adalah sholat, jika baik nilai sholat kita maka akan baik seluruh amalan kita. Apabila buruk nilai sholat kita, maka akan buruklah seluruh amalan kita.
Hal itulah yang memotivasi Lukman dalam menjaga sholatnya.Dia tidak ingin menjadi orang yang menyesal di kemudian karena telah melalaikan sholat. Dia selalu meminta dalam do’anya, agar selalu dilimpahkan rahmat serta hidayahNya sehingga bisa di dunia hasanah demikian di akhirat kelak.
Batuan 14022021
*Penulis adalah Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) SMPN 2 Saronggi
Masyaa Allah . . . Kerreeen . . . Bu Lies
ردحذفNdak nyangka saya, bu Lies memendam bakat seni menulis
Asset yang terpendam... 😀
ردحذفإرسال تعليق