BERKAH SEBUAH KEJUJURAN
Oleh : Dwiana Liestyawati
‘Assalaamu’alaykum”, sapa Amran pada Pak Amir yang sedang menyapu di halaman rumahnya.
“Wa’alaykumussalaam” , jawab Pak Amir. “Lagi lari pagi Nak Amran?” sapa Pak Amir dengan ramah.
“Ya Pak, mumpung masih pagi, udaranya masih segar,” jawab Amran dengan wajah yang tak kalah ramahnya dengan Pak Amir.
“Mari Pak, “ Amran berpamitan pada Pak Amir .
“Ya Nak, selamat berolah raga” , balas Pak Amir.
Begitulah Amran,seorang pemuda berusia sekitar 25 tahunan yang terkenal ramah dan baik hati pada setiap orang. Pagi itu Amran sedang melakukan olah raga lari pagi di sekitaran kampung tempat tinggalnya.
Begitu sampai di jalan raya, tepatnya di depan minimarket, Amran melihat ada sebuah dompet kulit warna coklat tergeletak beditu saja di pinggir jalan. Amran segera mengambilnya sambil melihat sekitar,mungkin ada orang yang mencarinya. Sampai beberapa saat menunggu, ternyata tidak ada orang seperti yang Amran pikirkan. Tanpa berani membukanya, akhirnya Amran memasukkan dompet tersebut ke kantong celananya. Karena pikirannya tidak tenang, maka dia memutuskan untuk pulang saja.
Sesampai di rumahanya, dengan pikiran ragu-ragu Amran memberanikan diri membuka dompet tadi. Mungkin ada identitas si pemilik yang mungkin bisa dihubungi. Dengan mata membulat dan mulut menganga, begitu dompet tadi dibukanya. Lembaran uang berwarna merah yang cukup banyak dan beberapa kartu ATM. Segera ia mencari mungkin ada kartu identitas si pemilik, ternyata pencariannya berhasil. Amran menemukaan sebuah KTP atas nama Herman Wijaya dengan alamat perumahan Grya Sentosa blok A /10. Amran teringat pada salah satu penumpang langganannya, yang sering diantarnya ke daerah perumahan yang tertulis di KTP. Sebuah perumahan elit yang terletak tidak jauh dari kampungnya. Setelah di-PHK, Amran memang mencoba mencari rezeki dengan menjadi tukang pangkalan sejak sebulan lalu.
“Waah, sudah selesai lari paginya,” sapa Ibu Aminah begitu melihat Amran duduk di kursi yang ada di teras rumah.
”Ya Bu, baru saja sampai,” jawab Amran dengan wajah gelisah.
“Ada apa Nak, kok seperti orang yang kebingungan begitu? “ tanya Ibu Aminah.
“ Amran menemukan sebuah dompet di depan minimarket, waktu lari pagi tadi Bu,”jawab Amran, sambil memperlihatkan dompet yang ditemukannya beserta isinya.
“Maasyaa Allaah, banyak sekali uangnya!’ seru Ibu Aminah. “Kamu harus segera mengembalikan dompet itu pada pemiliknya,”perintah Ibu Aminah pada Amran. Seakan mengerti apa yang ada di pikiran anaknya, wanita paruh baya itu menasehati putra semata wayangnya dengan lembut.
“Nak, Ibu mengerti apa yang ada di pikiranmu, walau kita orang miskin jangan sampai mengambil sesuatu yang bukan hak kita. Bukankah hal sepert itu sama dengan mencuri. Yang demikian tidak akan membawa keberkahan, malah siksa yang akan kita terima di dunia dan akhirat,” kata Ibu Aminah mengakhiri nasehatnya.
“Astaghfirullaah, maafkan Amran Bu,”ucap Amran pada ibunya, sambil menarik tangan ibunya lalu menciumnya dengan ta’dziim.
“Baiklah Bu, nanti sehabis sholat dzuhur Amran akan mengantarkan pada pemiliknya,” ujar Amran, sambil merapikan isi dompet tadi.
“Alhamdulillaah,”kata Ibu Aminah sambil tersenyum dan terharu pada putranya. Karena sudah menyadari kesalahannya. “Semoga Allah selalu menjagamu Nak, dari setiap kemungkaran,”do’a Ibu Aminah dalam batinnya.
****DWIANA ****
Setelah sholat dzuhur dan makan siang, Amran segera bersiap untuk mengantarkan dompet yang ditemukannya. Dengan memakai T-Shirt warna dongker dan celana bahan, serta tas selempang untuk menyimpan dompet coklat tadi biar aman.
“Amran berangkat ya Bu,” ucap Amran berpamitan pada ibunya.
“Ya Nak, hati-hati di jalan,”jawab Bu Aminah.
Setelah sekitar 30 menit berputar-putar, akhirnya ditemukan alamat yang sesuai di KTP yang terdapat di dompet coklat. Terlihat bangunan mewah dengan dua lantai dan bercat putih, dan seorang Satpam yang berjaga di gerbang.
“Assalaamu’alaykum,” ucap Amran pada bapak Satpam yang sedang berjaga.
“Wa’alaykumussalaam, ada yang bisa saya bantu?’ jawab Bapak Satpam dengan ramah, sambil langsung bertanya tentang keperluan Amran.
“Apa benar ini kediaman Bapak Herman Wijaya?” tanya Amran.
“Benar, apa sudah ada janji ?’ tanya Pak Satpam.
“Tidak Pak, saya tadi menemukan dompet kulit warna coklat, dan nama dan alamat yang tertera di sana menunjukkan nama Herman Wijaya dan beralamat di sini Pak,” jawab Amran panjang lebar.
“Ooo begitu ya, baiklah Nak ikut saya ke dalam,” ajak Pak Satpam.
Setelah sampai di teras rumah, Pak Satpam lalu berkata,” Nak, kamu tunggu di sini dulu ya, saya akan memberitahu Bapak Herman terlebih dahulu.”
“Baik Pak,” jawab Amran sambil duduk di kursi yang ada di teras rumah besar itu.
Sekitar lima menit berlalu, muncullah dari balik pintu seorang laki-laki paruh baya dengan senyum ramah. “Anda yang telah menemukan dompet saya , ya?” tanyanya , sambil duduk di kursi yang bersebelahan dengan Amran. “Namamu siapa ya Nak ? “tanya Pak Herman lagi.
“Ya Pak, saya menemukannya di depan minimarket di Jln. Mawar tadi pagi, dan nama saya Arman Pak, “jawab Amran sambil menyodorkan dompet yang dimaksud.
“Alhamdulllaah, terima kasih banyak ya Nak, “kata Pak Herman sambil membuka isi dompetnya, yang ternyata utuh seperti semula. Sambil memandang takjub pada Amran, Pak Herman meneruskan kalimatnya,” Sudah jarang pemuda saat ini yang jujur sepertimu Nak, alangkah bahagianya orang tuamu mempunyai anak yang sholeh sepertimu,”puji Pak Herman tulus. Kemudian Pak Herman mengambil beberapa lembar uang merah yang ada di dompet itu kemudian mengangsurkannya pada Amran.
“Ambillah Nak, sebagai tanda terima kasih saya,” kata Pak Herman pada Amran.
“Terima kasih Pak, saya ikhlas Pak,” jawab Amran sambil mendorong uang pemberian Pak Herman.
“Baiklah kalau begitu, sekali lagi terima kasih, semoga Allah yang membalas semua kebaikan Nak Amran,”kata Pak Herman, sambil memberikan secarik kertas kecil yang tak lain kartu namanya kepada Amran.”Terimalah, mungkin berguna pada suatu saat nanti,”lanjut Pak Herman.
“Baiklah Pak terima kasih, saya pamit,” kata Amran sambil memasukkan kartu nama tadi ke saku celananya. “Assallamu’alaykum,”pamit Amran.
“Wa’alaykumussalaam,”jawab Pak Herman, sambil menatap kepergian Amran dengan rasa kagum pada sosok pemuda yang jujur dan rendah hati.
***DWIANA***
Setelah satu minggu dari penemuan dompet milik Pak Herman.
Pada suatu sore sekitar jam lima, di pangkalan ojek, tempat Amran biasa mangkal menunggu penumpang.
“Assalaamu’alaykum Amran,”sapa seseorang yang baru turun dari angkot.
“Wa’alaykumussalaam,”jawab Amran, sambil memperhatikan siapa yang telah menyapanya.”Andi, kok tumben naik angkot, mana motormu?’ tanya Amran lebih lanjut setelah tahu siapa yang menyapanya. TIdak lain si Andi teman sekampungnya.
“Ban motorku bocor, sedangkan bengkel yang dekat dengan tempat kerjaku sudah tutup.Biar besok aku antar ke bengkel, saat ini aku letakkan motorku di kantor biar aman, “jawab Andi memberi penjelasan.
“Ayo, kalau gitu aku antar,”ajak Amran, sambil menstater motornya.”Tumben kok sore banget pulangnya Di, biasanya kan jam 4 sore kamu sudah pulang,” tanya Amran penasaran.
“Ya, karena aku harus menggantikan tugas Pak Anton yang terhitung hari ini telah mengundurkan diri karena ibunya yang sudah sakit-sakitan di kampung,”kata Andi menjelaskan alasannya kenapa pulang lebih sore dari biasanya, sambil duduk di boncengan.
Sambil ngobrol di perjalanan, sehingga tidak terasa sudah sampai di halaman rumah Andi, yang hanya berjarak lima rumah dari rumah Amran.
Setelah sampai Andi menyerahkan ongkosnya pada Amran, tapi ditolaknya, kayak orang lain saja kau Di, “kata Amran.
“Baiklah, terimakasih ya,”jawab Andi sambil memasukkan uang tadi ke saku celananya, dia teringat bahwa di kantor tempat dia bekerja membutuhkan karyawan baru untuk menggantikan posisi Pak Anton yang sama-sama menjadi OB dengan dirinya. “Oh ya, Amran sebaiknya kau besok pagi antar aku ke kantor, sekalian kau siapkan lamaran untuk mengisi kekosongan karena pengunduran diri Pak Anton,”Andi menjelaskan panjang lebar dengan semangat, mengingat temannya ini memang membutuhkan pekerjaan dengan penghasilan tetap dan tentunya yang lebih baik lagi.
“Alhamdulilllah, kalau begitu aku akan siapkan segera lamarannya,”jawab Amran dengan wajah senang dan bahagia karena akan segera mendapatkan pekerjaan.”Terima kasih informasinya ya teman,”lanjut Amran sambil berpamitan.
***DWIANA***
Keesokan harinya, keduanya sudah sampai di kantor tempat Andi bekerja dua puluh menit sebelum jam masuk.Andi segera berganti pakaian dan bersiap-siap untuk memulai pekerjaannya membersihkan ruangan yang sudah menjadi bagiannya. Sementara Amran menunggu di loby sampai jam masuk tiba.Karena bagian personalia belum hadir kalau belum jam kantor.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Andi segera mengantarkan Amran ke ruang personalia.Setelah sedikit wawancara yang dilakukan bagian personalia, maka Amran diterima bekerja dan langsung bisa bekerja pada hari itu juga. Alangkah senangnya Amran karena sudah dapat pekerjaan, yang paling tidak sudah bisa mempunyai penghasilan yang tetap.
*** DWIANA ****
Setelah Amran sebulan bekerja sebagai OB di perusahaan yang bergerak di bidang jasa property yang banyak membangun perumahan-perumahan elite,baik di daerah maupun di ibukota.
Pada suatu pagi, ketika Amran sibuk dengan pekerjaannya di ruang loby, tiba-tiba ada yang menepuk bahunya. “Nak Amran ya?” tanya seseorang yang wajahnya tidak asing bagi Amran dengan tersenyum ramah.
“Ya Pak,” jawab Amran gugup. “Pak Herman kan?” tanya Amran dengan ekspresi wajah terkejut dan tidak percaya dengan yang dia lihat.
“Ya Nak Amran, ternyata kamu juga tidak melupakan saya,” jawab Pak Herman.
“Sudah lama bekerja di sini?” tanya Pak Herman lagi.
“Baru satu bulan Pak, menggantikan Pak Anton yang harus pulang kampung karena ibu beliau sakit-sakitan,”jawab Amran dengan menundukkan kepalanya.
“O begitu ya, baiklah nanti ke ruangan saya setelah jam istirhat. Karena saya ada meeting dengan perusahaan rekanan sampai jam 11 siang,” kata Pak Herman.
“Baiklah Pak,terima kasih,” jawab Amran sopan. Walau dia tidak tahu yang sebenarnya apa kedudukan Pak Herman di kantor ini. Melihat dari penampilannya, seperti bukanlah karyawan rendahan, batin Amran.
Andi yang dari kejauhan sempat memperhatikan Amran berbincang agak lama dengan orang nomer satu di perusahaan ini, jadi penasaran. Sehingga dia bergegas menghampiri Amran dan bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.
“Hei Amran!” panggil Andi, yang dipanggil segera menoleh pada arah suara.
“Hei kamu Di,” sahut Amran penasaran melihat ekspresi wajah Andi.
“Memang kamu kenal dengan Pak Herman pemilik perusahaan ini?” tanya Andi.”Aku perhatikan tadi kamu berbincang akrab dengan beliau seakan sudah pernah kenal sebelumnya,”lanjut Andi memberondong pertanyaan pada Amran.
“Jadi Pak Herman itu pemilik perusahaan ini?” tanya Amran dengan mata membulat. Karena baru mengtahui siapa Pak Herman yang sebenarya.
“Ya, beliau yang memiliki perusahaan ini.Karena cabangnya ada di mana-mana, jadi beliaunya tidak setiap hari masuk kantor.”Terus kamu sebelumnya kenal di mana dengan Pak Herman?”tanya Andi lagi , karena rasa penasarannya belum terjawab.
“O itu, sekitar sebulan lebih lah, aku pernah menemukan dompet beliau yang jatuh di depan minimarket . Kemudian aku mengembalikannya ke rumahnya, setelah melihat KTP yang ada di dalamya, begitu ceritanya kenapa aku bisa kenal dengan Pak Herman,”kata Amran panjang lebar. Sementara Andi mengangguk anggukan kepalanya mendengar penjelasan Amran.
“Oh ya Di, aku nanti disuru menghadap ke ruangannya setelah jam istirahat, di mana ya ruangan beliau,” tanya Amran.
“Di lantai atas, gampang nanti aku antar biar kamu nggak ke sasar, “jawab Andi.
“Ok, makasih ya, sampai nanti,” ucap Amran.
***DWIANA***
Setelah jam istirahat selesai, Andi dan Amran segera menuju ke ruangan Pak Herman di lantai atas. Begitu sampai di depan ruangan Pak Herman, Andi memebritahu bahwa itulah ruangan beliau, dan dia pergi meninggalkan Amran untuk melanjutkan pekerjaannya sendiri.
Setelah Amran mengetuk pintu dan memberi salam, terdengar jawaban dari dalam, barulah Amran membuka handle pintu ruangan Pak Herman.
“Silahkan duduk Nak Amran,”sapa Pak Herman dengan tersenyum ramah.Sambil mempersilahkan Amran duduk di depan meja kerjanya.
“Ya Pak, terima kasih,”jawab Amran dengan hati berdebar, karena tidak tahu alas an yang sebenarnya mengapa dia dipanggil.
“Hmm, begini Nak Amran, kenapa saya memanggil Nak Amran ke ruangan saya, “ kata Pak Herman seakan mengerti apa yang dipikirkan Amran. “Hasil meeting yang baru selesai tadi, perusahaan ini dipercaya untuk membangun perumahan baru di daerah yang lokasinya sekitar 10 km dari pusat kota. Karena para mandor yang ada sekarang sudah punya posnya masing-masing, maka saya mengambil keputusan untuk mengangkat Nak Amran menjadi mandor di daerah itu. Dengan keuletan dan kejujuran dari Nak Amran, saya yakin Nak Amran bisa menjalankan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Tadi saya sempat bertanya pada bagian personalia bagaimana kinerja Nak Amran selama bekerja di sini, dan jawaban mereka sangat memuaskan bagi saya,”Pak Herman menjelaskan secara detail alasan memanggil Amran.
Amran yang mendengar penjelasan dari Pak Herman, seakan tidak percaya terhadap apa yang didengarnya. Dia yang baru sebulan bekerja, sudah naik jabatan.
“Maaf Pak, apakah Bapak tidak salah pilih, saya masih tidak berpengalaman di bidang ini Pak,” kata Amran karena terkejut dengan apa yang baru didengarnya.
“Tidak Nak Amran, soal pengalaman bisa belajar sambil jalan. Kejujuran yang dimiliki Nak Amran, tidak semua orang punya. Oleh sebab itu maka saya yakin, Nak Amran mampu melaksanakan tugas ini,”kata Pak Herman, menjelaskan alasannya memilih Amran untuk menjadi mandor.
“Terima kasih Pak, atas kepercayaannya, semoga saya bisa menjalankan tugas ini sebaik-baiknya,”kata Amran dengan kepala tertunduk.
“Baiklah kalau Nak Amran sudah bisa menerimanya. Besok sudah bisa ke lapangan, nanti Nak Amran akan dibimbing olek Pak Rahman, “jelas Pak Herman.
***DWIANA***
Setelah jam kantor usai, Amran berpapasan dengan Andi di tempat parkiran motor karyawan. Dengan wajah sumringah, Amran menceritakan pada Andi, apa yang disampaikan Pak Herman tadi.
“Waah, selamat ya , itu semua karena kejujuranmu, sehingga Pak Herman mempercayakan tugas itu padamu, sekali lagi selamat ya,” ucap Andi dengan suka cita mendengar sahabatnya mendapat posisi yang lebih baik.
Setelah sampai rumah, Amran langsung mencari Ibu Aminah untuk menyampaikan kabar gembira ini. Mendengar apa yang disampaikan putranya, Ibu Aminah sangat senang dan bersyukur sekali atas rahmat-Nya.
“Alhamdulillaah, Ibu sangat senang dan bangga padamu Nak. Oleh sebab itu ,teruslah berbuat baik, karena apa yang kita lakukan pasti akan kembali pada diri kita. Apa yang kita tanam, maka itu yang akan kita tuai,”kata Ibu Aminah menasehati putra semata wayangnya.
‘TERUSLAH BERBUAT KEBAIKAN, DI MANA DAN KAPAN PUN KAU BERADA. KARENA KITA TIDAK TAHU, KEBAIKAN YANG MANAKAH YANG DITERIMA-NYA”
*Sekian semoga bermanfaat*
إرسال تعليق