Deskripsi-Gambar

Plus Minus Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5)


PLUS MINUS PROYEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA (P5)

Memasuki tahun kedua, pelaksanaan Program Sekolah Penggerak (PSP) sudah menunjukkan perubahan ke arah penataan pelaksanan yang lebih baik. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkurangnya keluhan kendala di lapangan terkait proses pembelajarannya, asessemen awal dan selama proses pembelajaran, kesiapan buku pegangan pembelajaran, aplikasi raport, kesiapan pemahaman komunitas pembelajar terhadap penyusunan perangkat pembelajaran, struktur kurikulum, jumlah jam mengajar dan kesinkronannya dengan Dapodik, termasuk pelaksanaan kegiatan proyek yang tepat.

Kegiatan proyek yang saat ini dikenal dengan istilah P5 (Proyek Penguatan profil Pelajar Pancasila) adalah bentuk pembelajaran ko-kurikuler yang wajib dilaksanakan sebagai penyokong keberhasilan pembelajaran intra-kurikuler. Melalui enam (6) dimensi yang harus dicapai oleh siswa selama menjalani satu fase pendidikan, sekolah diharapkan mampu mencetak lulusan yang tidak hanya memiliki kompetensi akademik, tetapi diharapkan memiliki karakter yang baik, dan memiliki perilaku yang mencerminkan profil pelajar Pancasila.

Jika kita amati terdapat beberapa hal positif yang perlu kita laksanakan secara konsisten dalam pelaksanaan pembelajaran ko-kurikuler berbasis proyek, diantaranya:

1. Pembelajaran berpusat pada siswa

Artinya, dalam kegiatan pembelajaran berbasis proyek, siswa berlatih dengan menggunakan teknik pembelajaran inkuiri. Siswa berlatih menemukan permasalahan di lingkungannya, menemukan solusinya, dan melakukan aksi atau menghasilkan produk sebagai wujud solusi yang diambil. Dalam pembelajaran berbasis proses, guru berperan sebagai fasilitator yang membantu mengarahkan siswa menemukan pengetahuannya sendiri, tidak lagi di dikte, atau sekedar transfer ilmu secara keseluruhan sebagaimana yang terjadi pada pembelajaran model konvensional.

2. Pembelajaran menyenangkan

Pembelajaran Teknik inkuiri menuntut guru mampu menyusun rencana pembelajaran dengan lebih kreatif yang menjadikan siswa benar-benar aktif mengalami pembelajaran. Melalui pemanfaatan media digital, aplikasi pembelajaran, teknik pembelajaran yang variatif, menjadikan siswa tidak jenuh atau bosan. Dengan kata lain, pembelajaran berlangsung menyenangkan bagi siswa.

3. Mengembangkan kreatifitas guru dalam mengajar.

Disebabkan tuntutan pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru secara tidak langsung dituntut memiliki kemampuan menyusun dan melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

4. Siswa mengalami pengetahuan.

Inilah yang menjadi pembeda antara kurikulum Merdeka dengan kurikulum sebelumnya. Melalui tujuh (7) tema yang harus dilaksanakan dalam satu fase, pelajar berlatih menginvestigasi permasalahan terkait tema, di lingkungan sekitar mereka. Selanjutnya, pelajar berlatih menemukan alternatif-alternatif solusi dan belajar menerapkannya dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Meskipun keluhan atau kendala PSP sudah berkurang, tidak berarti sudah tidak ada kendala di lapangan. Hal ini tetap terjadi karena perbedaan situasi dan kondisi sekolah yang beragam. Permasalahan yang sering muncul diantaranya:

1. Sarana prasarana pembelajaran kurang memadai. Mulai dari tidak ada jaringan, tidak ada sinyal, media pembelajaran berbasis TI yang kurang memadai, ruangan yang tidak memenuhi standar keamanan dan kenyamanan, dll, menjadi kendala pembelajaran yang berpusat pada siswa.

2. Membutuhkan waktu dan tenaga ekstra dalam menyusun tugas administratif proyek. Guru dituntut mampu merancang pembelajaran yang kreatif dan cermat agar pembelajaran yang dilaksanakan benar-benar berpusat pada siswa dimana siswa aktif berkontribusi dalam pembelajaran, guru sebagai fasilitator. Ini adalah tugas tambahan administratif guru yang wajib dilaksanakan karena proyek adalah ko-kurikuler yang harus dilaksanakan oleh sekolah penggerak, selain kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler.

3. Dibutuhkan tambahan dana untuk pelaksanaan proyek. Terdapat beberapa kegiatan proyek yang membutuhkan dana dalam  pelaksanannya, tetapi ada yang tidak membutuhkan anggaran dana. Hal ini bergantung pada ragam kegiatan yang dilaksanakan dalam proyek.

4. Komunitas pembelajar dituntut memiliki penguasaan yang tepat terkait pelaksanaan proyek. Terdapat beberapa guru yang belum paham bahkan tidak paham sama sekali terkait konsep dan teknis pelaksanaan proyek. Alasannya beragam. Ada yang merasa bingung, malas mempelajari program kegiatan proyek, dan memiliki pemahaman namun belum utuh. Pemahaman yang baik dan kesamaan konsep komunitas pembelajar terkait proyek di sekolah penggerak menjadi penting agar tujuan program kegiatan proyek berjalan menuju tujuan yang sama, siswa memiliki perilaku profil pelajar Pancasila.

5. Guru dituntut berkomitmen melaksanakan kegiatan proyek yang pelaksanaan pembelajarannya berpusat pada siswa, dimana keenam dimensi sebagai wujud profil pelajar Pancasila harus terinternalisasi dalam diri siswa.

Berdasarkan dialog informal dan data empiris, jalan keluar atas permasalahan di atas dapat diketahui. 

Pertama, adanya tambahan anggaran dana BOS Kinerja yang khusus diberikan kepada sekolah pelaksana PSP. Dana ini memungkinkan sekolah dapat memenuhi sarana prasarana yang dibutuhkan. Tentu saja pembelanjaan sarana dan prasarana harus sesuai dengan peraturan pembelanjaan BOS Kinerja yang telah ditetapkan pemerintah.

Kedua, tugas administratif guru bertambah. Masalah ini dapat diatasi dengan dibentuknya Tim P5. Dengan bekerja dalam tim diharapkan tugas administrative terorganisir dan terlaksana dengan baik. Permasalahan yang muncul dapat dirembuk Bersama oleh Tim untuk dicarikan solusinya. Solusi lainnya adalah mengikuti kegiatan MGMP atau dengan mengaktifkan kegiatan MGMPS.

Ketiga, tambahan pengeluaran dapat diatasi dengan adanya BOS Kinerja dari pemerintah sebagaimana dibahas pada poin pertama.

Keempat, kesamaan persepsi dan pemahaman yang seragam tentang konsep dan teknis pelaksanaan proyek dapat diupayakan dengan pelaksanaan workshop, IHT, Coaching, Bimtek, dll. Pendampingan dan diskusi informal perlu terus dilakukan agar pemahaman dan kesamaan konsep dapat tercapai dengan cepat dan tepat.

Kelima, konsistensi komitmen melaksanakan kegiatan proyek yang pelaksanaan pembelajarannya berpusat pada siswa, dimana keenam dimensi sebagai wujud profil pelajar Pancasila dapat tercapai dapat dilakukan dengan melakukan Coaching dan dialog berkesinambungan. Monitoring dan evaluasi dari kepala sekolah penting dilakukan secara berkesinambungan juga.

Demikianlah, dari uraian di atas kita dapat mengetahui bahwa pelaksanaan kegiatan P5 masih perlu kegiatan sosialisasi melalui kegiatan IHT, Workshop, Coaching, Bimtek, dll, guna pemahaman konsep dan Teknik pelaksanaan proyek yang tepat. Hal ini penting mengingat tujuan hebat yang hendak diraih yaitu mencetak lulusan berprofil pelajar Pancasila (evakartikaN).

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama