Antara PTM dan PJJ
Isu pembelajaran tatap muka di tengah pandemi pada Tahun Ajaran 2020/2021 mulai ramai diperbincangkan di berbagai media. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB), Nomor 01/KB/2020, Nomor 516 Tahun 2020, Nomor HK.0301/Menkes/363/2020, Nomor 440-882 Tahun 2020 yang dikeluarkan empat menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri, pembelajaran tatap muka akan dimulai Januari 2021.
Sehubungan dengan keputusan bersama empat menteri tersebut, pemerintah membolehkan sekolah untuk kembali dilaksanakan pembelajaran tatap muka. Kebijakan ini menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, diperbolehkan bukan diwajibkan.
Diijinkannya sekolah melaksanakan pembelajaran tatap muka, tentu saja setelah melalui serangkaian asesmen ketat oleh Dinas Pendidikan setempat. Pembelajaran tatap muka juga harus melalui berbagai pertimbangan seperti risiko penyebaran Covid-19 di daerah, kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan protokol kesehatan, serta harus ada kesepakatan bersama antara pemerinta daerah, Kantor Kemenag, satuan pendidikan, dan orang tua siswa.
Beberapa pakar pendidikan berpendapat, PTM dipandang mendesak untuk dilaksanakan, mengingat sisi positif atau keutamaan PTM dibandingkan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Pertama, interaksi dan komunikasi lebih mudah. Selama pembelajaran daring (PJJ) diakui komunikasi dan interaksi antara guru dengan murid maupun sesama murid menjadi terhambat dan tidak berjalan optimal.
Kedua, sumber dan media pembelajaran lebih familiar. Salah satu kendala utama yang dihadapi guru maupun murid selama PJJ adalah berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumber maupun media pembelajaran daring terutama yang berada di wilayah 3T (Tertinggal, Terjauh, Terpencil).
Ketiga, mudah dalam melakukan penilaian karakter. Salah satu aspek yang sulit diajarkan ketika pelaksanaan PJJ adalah berkaitan dengan pendidikan karakter dan moral. Keempat, pembelajaran lebih terkontrol. Guru memiliki akses untuk mengawasi para siswa secara langsung sehingga ketika proses pembelajaran berlangsung para siswa dapat lebih mudah dipantau dan dikontrol.
Di sisi lain, dalam kondisi dimana dipertimbangkan oleh pemerintah daerah tidak memungkinkan untuk dilaksanakan PTM, maka sekolah akan melaksanakan PJJ. Berarti, PJJ dilaksanakan sebagai langkah alternatif terakhir. Harapannya adalah pembelajaran tetap berlangsung. Siswa tetap menjalani proses belajar meskipun tidak maksimal.
Pembahasan di atas menyiratkan, kehati-hatian kita dalam menghadapi pandemi Covid 19 yang tidak dapat dipastikan kapan akan berakhir. Bersamaan berjalannya waktu, sebagian besar masyarakat berharap putera-puteri mereka dapat kembali belajar di sekolah seperti saat kondisi normal. Hal ini dapat kita pahami mengingat beragam informasi terkait dampak negatif PJJ mulai mengemuka.
Semakin lama pembelajaran tatap muka tidak terlaksana, semakin besar pula dampak negatif yang terjadi pada siswa kita. Ancaman putus sekolah adalah salah satu dampak negatif yang harus kita cermati. Situasi ekonomi selama pandemi, terutama untuk masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah, memaksa orang tua untuk melibatkan anak membantu keuangan keluarga. Orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung berpendapat bahwa belajar adalah pergi ke sekolah, bukan “bermain” HP.
Selanjutnya, risiko ketidaksetaraan pencapaian pembelajaran anak-anak di Indonesia. Hal ini disebabkan kesenjangan fasilitas pendukung yang dimiliki siswa yang berada di daerah kota dan daerah terpencil dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh. PJJ untuk siswa yang bersekolah di daerah kota nyaris tidak menimbulkan kendala berarti. Jika pun ada, kemungkinan dapat segera teratasi. Sebaliknya, PJJ menimbulkan permasalahan bagi siswa di daerah pinggiran atau 3T karena terkait ketidakmampuan siswa menyiapkan perangkat gawai untuk PJJ.
Dampak negatif lainnya adalah adanya tekanan psikososial dan potensi kekerasan dalam rumah tangga. Minimnya interaksi antara anak-anak dengan guru, teman, dan lingkungan luar dapat menyebabkan tingkat stres dalam rumah tangga, baik orang tua maupun anak-anak. Orang tua yang tidak mempunyai kemampuan akademik yang memadai tidak mampu membimbing putera/puteri nya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Kemungkinan yang lain, orang tua yang tidak memahami ilmu mendidik, menghadapi putera/puteri yang low learner (lambat dalam memahami pelajaran) cenderung akan emosi. Akhirnya, banyak anak yang terjebak kekerasan verbal maupun fisik di rumah tanpa sepengetahuan guru.
Dengan demikian dapat dipahami, jika saat ini beberapa pemerintah daerah di Indonesia, menghendaki pembelajaran tatap muka dapat dilaksanakan kembali dengan ketentuan syarat yang berlaku. Dilaksanakan dengan kondisi daerah di mana sekolah tersebut berada dalam posisi aman. Dikatakan aman jika tingkat kesembuhan pasien Covid-19 meningkat, angka kematian karena Covid-19 menurun, dan angka penderita Covid-19 menurun.
Terakhir yang tak kalah penting adalah warga sekolah khususnya dan masyarakat umumnya berkesadaran menaati protokol kesehatan dengan baik, dengan melaksanakan minimal 4 M yaitu: (1) memakai masker saat berada di luar rumah, atau ketika berkumpul bersama kerabat di mana pun bearada; (2) Mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun secara berkala. Jika tidak ada air, bisa menggunakan hand sanitizer; (3) Menjaga jarak satu sama lain. Jarak yang dianjurkan adalah 1-2 meter; dan (4)Menjauhi kerumunan saat berada di luar rumah.
Memikirkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia dapat terus ditingkatkan, penulis berpendapat bahwa pembelajaran tatap muka (PTM) tetap lebih utama dibandingkan pembelajaran jarak jauh (PJJ), mengingat kendala yang muncul dalam pelaksaannya. Perlu menjadi pertimbangan kita semua bahwa perbandingan jumlah sekolah di Indonesia yang berada di daerah pinggiran/pedesaan atau pun 3T (dengan kemampuan siswa memiliki perangkat gawai memadai) adalah lebih besar dibandingkan jumlah sekolah di kota (dengan kemampuan siswa memiliki perangkat gawai memadai). Artinya, pelaksanaan PJJ di sekolah terpencil atau pinggiran/pedesaan mengalami kesulitan. Pun, jika kita melaksanakan PTM di era pandemi, daerah/sekoah tersebut harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
Semoga pandemi Covid 19 segera berlalu di muka bumi ini, sehingga kehidupan dapat kembali berjalan normal di era new normal, termasuk bersekolah. Selalu tanamkan di benak kita semua, menaati protokol kesehatan adalah Vaksin Alami. Cara termudah mencegah penyebaran virus Corona. Mengapa tidak kita laksanakan?
(Marwiyah)
Posting Komentar