Di era pandemi Covid 19, muncul sebuah pertanyaan yang perlu kita cermati bersama sebagai praktisi Pendidikan. “Bagaimana kelanjutan kualitas generasi bangsa jika pandemi Corona terus berlanjut?” Pertanyaan tersebut mengemuka sehubungan dengan munculnya varian baru Covid di beberapa negara di dunia. Berita terakhir menyebutkan ditemukan mutasi virus Covid yaitu varian B.1.617 di India. Kemunculannya telah menimbulkan kekhawatiran meskipun belum dapat dibuktikan seberapa berbahayanya varian ini.
Diwartakan juga bahwa negara tersebut sedang dilanda gelombang kedua pandemi terkait munculnya varian baru tersebut. Artinya, negara India pernah mengalami puncak jumlah penderita dan korban meninggal yang luar biasa akibat Covid 19 pertama kalinya, yaitu pada tahun 2020. Akhir bulan April tahun ini (2021) kembali terjadi ledakan jumlah penderita dan korban meninggal yang luar biasa, yang diibaratkan seperti tsunami. Bisa dibayangkan, jumlah penderita dari kisaran 11.000 orang menjadi 141.000 orang terkapar karena pandemi Corona hanya dalam hitungan minggu (Republika.co.id, 22 April 2021).
Dengan ditemukannya varian baru Covid, sejumlah negara harus berupaya Kembali menemukan vaksin baru. Dapat dikatakan beban negara semakin bertumpuk. Satu sisi upaya pencegahan, pengobatan harus terus dilaksanakan, di sisi lain negara harus berusaha menemukan solusi munculnya mutan virus baru tersebut.
Dibutuhkan kerja sama yang solid antar negara di dunia agar kasus penyebaran dan penderita Corona dapat segera dihentikan. Sudah dua tahun berjalan masyarakat dunia mulai menyadari bahwa protokol kesehatan wajib ditaati. Beruntung beberapa negara telah berhasil menemukan vaksin Corona, meskipun dengan berbagai kontroversinya. Namun, setidaknya tahap vaksinasi masyarakat dunia secara berjamaah agar tercapai heredity atau kekebalan dalam suatu komunitas telah dilakukan.
Dibutuhkan sikap tanggap seluruh bangsa di dunia agar Corona dan apapun jenis varian baru yang muncul dapat ditanggulangi bersama. Mengapa demikian? Hal ini didasari pada kekhawatiran dampak negative yang ditimbulkan jika Corona tidak dapat segera diatasi. Masih teringat kuat di benak kita, saat satu tahun pertama Corona menyebar dengan masif ke seluruh penjuru dunia. Betapa tatanan dunia menjadi porak poranda. Sektor yang langsung terkena dampaknya adalah sektor ekonomi, benar-benar lumpuh. Resesi menyerang, perekonomian lumpuh, banyak perusahaan harus menghentikan operasionalnya untuk mencegah penyebaran virus. Akibatnya, PHK terjadi dimana-mana, daya beli masyarakat menurun drastis, dan lain-lain.
Bagaimana dengan dunia Pendidikan? Di masa pandemi, sekolah tidak diijinkan melakukan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran dilakukan secara daring dengan segala permasalahannya. Imbas negatif ini terasa di sebagian besar sekolah di Indonesia. Permasalahan yang ditimbulkan pembelajaran daring begitu kompleks sehingga banyak pihak yang antipati terhadap pembelajaran daring. Namun, inilah langkah alternatif yang dapat diambil. Pembelajaran daring adalah bentuk pembelajaran terbaik yang dapat dilaksanakan saat pandemi.
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana kualitas intelektual generasi lulusan pandemi jika pandemi tidak dapat segera diatasi. Pertanyaan ini muncul karena kita ketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran daring ataupun pembelajaran tatap muka dengan mentaati protokol kesehatan untuk daerah zona kuning tidak dapat berlangsung maksimal. Mengapa? Hal ini dikarenakan siswa masuk bergiliran sesuai jadwal hari yang ditentukan, ganjil genap atau dengan pengaturan berdasarkan nomor absen siswa. Ditambah lagi, materi tidak dapat diajarkan secara maksimal baik kualitas maupun kuantitas karena pengurangan jumlah jam pelajaran.
Permasalahan ini tidak hanya dialami negara Indonesia, namun hampir seluruh negara di dunia mengeluhkan hal yang sama. Oleh sebab itu, penulis berpendapat antara kepentingan pendidikan dan permasalahan pandemik Covid adalah ibarat buah simalakama. Seandainya pembelajaran tatap muka dipaksakan dilaksanakan sebagaimana di masa normal, pandemi tak akan menemukan ujung akhirnya. Jika pembelajaran secara daring atau tatap muka dilaksanakan dengan mentaati Protokol Kesehatan, Pendidikan tetap berlangsung tetapi tidak maksimal standar lulusannya.
Menimbang penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa adalah hal yang nyata terjadi penurunan kualitas intelektual generasi lulusan masa pandemi. Cara termudah bisa ditunjukkan dengan ketidakmampuan siswa menjawab sejumlah pertanyaan terkait materi pelajaran yang biasanya dapat dijawab oleh Angkatan sebelumnya.
Kondisi tersebut hendaknya tidak menjadi alat memberikan penilaian bahwa siswa lulusan di masa pandemi tidak akan mampu melakukan hal positif untuk masa depan mereka. Pun kita tidak perlu menjadi panik berlebihan. Argumennya adalah mencegah penyebaran Corona adalah skala prioritas utama saat ini yang harus kita lakukan. Apa gunanya jika pembelajaran dilaksanakan secara normal dengan harapan hasil maksimal namun memakan banyak korban.
Alasan selanjutnya, dilaksanakannya pembelajaran di era New Normal pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan atau pembelajaran secara daring sedikit banyak memberikan secercah harapan adanya manfaat dari proses pembelajaran tersebut. Bersamaan dengan itu, upaya vaksinasi masyarakat dunia terus berlangsung guna mencapai apa yang disebut dengan Herd Community atau kekebalan komunitas. Jika hal ini dapat terwujud, jumlah penderita pandemi diharapkan dapat menurun.
Penjelasan berikutnya, dunia pernah mengalami masa pandemi beberapa puluh tahun yang lalu. Misalnya pandemi cacar, pandemi TBC, pandemi polio, pandemi diare, dll. Dibutuhkan proses panjang dengan siklus yang hampir sama dengan masa pandemi Corona saat ini. Menemukan sumber penyakit, mencegah penyebaran, menemukan virus, dan vaksinasi. Dibutuhkan dua hingga tiga tahun agar suatu virus atau bakteri penyebab pandemi berubah menjadi sumber penyakit biasa seperti penyakit lainnya. Artinya, kita mesti yakin pandemi Corona pun akan dapat ditakhlukkan dengan seijin Allah.
Terakhir, seluruh siswa di dunia mengalami pandemi Corona dimana pembelajaran secara normal tidak terlaksana. Dengan demikian, Indonesia bukan satu-satunya negara dengan generasi yang kehilangan sekian peluang kemampuan intelektualnya. Perlu kembali diiingat, generasi semacam ini pun pernah ada saat pandemi-pandemi terdahulu terjadi. Faktanya, kehidupan tetap berlangsung. Sebagian besar orang itu pun kita yakini mampu mengatasi segala kekurangan ilmu yang mereka alami dengan kemampuan adaptasi luar biasa sebagai manusia berakal ciptaan sang Khaliq.
Keseluruhan uraian di atas, seolah mengingatkan kita bahwa ada tangan yang mengatur di setiap peristiwa di dunia ini, yaitu Tuhan kita, Allah S.W.T. Apa yang terjadi tak lepas dari rencana Nya. Muhasabah dan terus memohon perlindunganNya adalah yang terbaik. Senantiasa berusaha mencari jalan keluar di setiap permasalahan yang muncul sebagaimana terealisasi dari upaya negara di dunia menemukan vaksin, mencegah penyebaran, dan mengobati yang terpapar.
Sebagai warga negara Indonesia yang berkeTuhanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, seharusnyalah kita dapat menyikapi peristiwa luar biasa ini dengan bijaksanaa, yaitu dengan berdoa, berikhtiar, dan berdoa. Semoga pandemi segera berlalu, sehingga generasi penerus bangsa memiliki kesempatan mengenyam pendidikan sebagaimana layaknya di saat kehidupan dunia masih normal. Amiin (evakartikanurfadiah).
Posting Komentar