Gaung Program Sekolah Penggerak (PSP) telah lama menggema di seantero negeri, khususnya di dunia Pendidikan tanah air. Beragam pertanyaan mencuat seputar program tersebut. Begitu dilaksanakan di lapangan terhitung mulai Tahun Ajaran Baru 2021/2022, pertanyaan-pertanyaan pun terjawab dengan pemahaman yang beragam.
Jika kita tuliskan disini, diantara jawaban tersebut adalah PSP merupakan program pergantian kurikulum dari Kurikulum K13 menjadi Kurikulum Operasional Sekolah, PSP adalah upaya mempercepat peningkatan mutu Pendidikan di Indonesia melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa, PSP adalah sistem pembelajaran yang memberikan ruang kepada siswa untuk mengalami proses belajar secara langsung melalui kegiatan Projek, dan beberapa jawaban lainnya.
Guna memperoleh pemahaman yang komprehensif, maka dapat Kemdikbud menyampaikan informasi yang komplit dlam kanalnya terkait Program Sekolah penggerak. Disitu dijelaskan bahwa Program Sekolah Penggerak merupakan program penyempurnaan transformasi sekolah sebelumnya. Program ini juga akan mengahapus kekhawatiran masyarakat atas stigma sekolah unggulan dan sekolah pinggiran. Seluruh sekolah boleh mengajukan diri menjadi sekolah penggerak. Penentunya adalah keberhasilan Kepala Sekolah menjalani beberapa tahapan test. Hanya Kepala Sekolah dengan integritas dan kompetensi tinggilah yang diharapkan pemerintah mampu mengemban program ini.
Adapun tujuan sejati dari PSP adalah upaya pemerintah melakukan akselerasi kualitas Pendidikan agar tercapai tujuan Pendidikan Indonesia yaitu mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian yang terealisasi nyata dalam wujud Pelajar Pancasila atau dikenal dengan Profil Pelajar Pancasila (PPP) dengan ciri beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, bergotong royong, dan berkebinekaan global.
Selanjutnya, sekolah yang mendapat amanat sebagai pelaksana PSP akan mendapatkan lima intervensi. Pertama, intervensi yang terkait peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui program pelatihan dan pendampingan intensif. Pelatihan berfokus pada clinical training, artinya dilakukan pada lingkungan sesungguhnya di sekolah bersama siswa. Tema pelatihan berhubungan dengan aspek-aspek yang harus dipahami dalam rangka pelaksanan PSP.
Intervensi yang kedua adalah pembelajaran dengan paradigma baru yang berorientasi pada penguatan kompetensi dan pengembangan karakter siswa. Paradigma baru dalam pembelajaran menekankan pada upaya menumbuhkan kesadaran kritis siswa dalam memecahkan masalah di lingkungan sekitar dimana siswa tinggal. Pembelajaran dengan paradigma baru dapat dikatakan menggunakan pendekatan konstruktivisme yang diharapkan mampu membangun potensi siswa secara holistik yang meliputi kompetensi (kemampuan literasi dan numerasi) dan karakter.
Intervensi yang ketiga adalah perencanaan berbasis data. Artinya, perencanaan manajemen sekolah didasarkan pada refleksi diri satuan pendidikan melalui analisa raport pendidikan sekolah yang akan diterima sekolah nantinya. Berdasarkan hasil Analisa akan dapat ditemukan permasalahan dan akar masalah yang dihadapi sekolah. Selanjutnya, sekolah menentukan solusi atas permasalahan tersebut dalam bentuk kebijakan atau program kegiatan. Dengan demikian kebijakan atau program yang dilaksanakan sekolah benar-benar tepat guna dan tepat sasaran.
Selanjutnya, intervensi keempat adalah digitalisasi sekolah dengan menerapkan berbagai platform digital yang bertujuan mengurangi kompleksitas dan meningkatkan efisiensi. Untuk melaksanakan pembelajaran menggunakan platform digital, pertama kali sekolah harus memiliki prasarana yang dibutuhkan. Melalui bantuan BOS Kinerja yang dikucurkan pemerintah khusus untuk sekolah penggerak, dampak langsung dapat dirasakan kegunaannya oleh sekolah penggerak dimana kekurangan perangkat digital segera dapat terpenuhi.
Intervensi yang kelima adalah pendampingan kosultatif dan asimetris berupa program kemitraan antara kemendikbud dan pemerintah daerah. Pendampingan pemerintah pusat tidak hanya berupa pengecekan keberhasilan dan pemberian anggaran semata, namun juga mendukung dan membantu menuju perubahan yang lebih baik. Pendampingan tidak dilakukan temporal, namun dilaksanakan sampai tiga tahun ke depan. Manfaat yang diperoleh adalah sekolah dapat melakukan konsultasi dan dukungan selama pelaksanaan PSP. Permasalahan yang muncul dapat terpecahkan bersama karena adanya mediasi curah pendapat dan pikiran oleh Pendamping Ahli (PA) dan kolaborasi dengan sekolah penggerak lainnya.
Pertemuan konsultatif secara ajeg dilaksanakan baik memalui teknik Coaching (antara Kepala Sekolah dengan Pendamping Ahli), Pemangku Manajeman Operasional (PMO) di tingkat satuan Pendidikan yang terdiri dari guru, kepala sekolah dan pengawas pembina, PMO antar kelompok sekolah penggerak (terdiri dari 3-5 sekolah), PMO tingkat Kabupaten (terdiri dari para PA, pemerintah daerah/Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah, perwakilan 3 guru), dan Lokakarya.
Kelima intervensi di atas adalah karakter PSP pembeda dengan program peningkatan kualitas pendidikan sebelumnya. Jika kita simpulkan hal penting yang patut kita catat disini adalah PSP berpusat pada peningkatan kualitas belajar yang berpusat pada siswa. Pembelajaran diupayakan dengan menerapkan platform digital sehingga pembelajaran berjalan efisien. Guna pelaksanaan pembelajaran tersebut, sumber daya manusia (guru) perlu ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan baik secara mandiri oleh sekolah maupun oleh pemerintah.
Selanjutnya adanya ruang konsultati melalui pendampingan secara berkelanjutan selama tiga tahun, yang juga berfungsi sebagai alat kontrol keterlaksanaan PSP. Catatan yang terakhir adalah bahwa dalam menetapkan suatu kebijakan atau program kegiatan yang tepat, sekolah berpatokan pada data yang berasal dari analisa raport pendidikan sekolah. (evakartika)
Posting Komentar